Posts

Showing posts from December, 2013

2013 itu...

Tahun sibuk. Tahun perjuangan. Tahun metamorfosis. Tahun cinta. Sekaligus tahun putus cinta . Flashback ke tiga bulan pertama—Januari, Februari, Maret—bener-bener ngerasain ‘perjuangan’ yang sebenernya. Tiga bulan sebelum 15 April. Tiga bulan yang tiap malemnya penuh dengan kopi. Tiga bulan yang hanya menyisakan waktu tidur 3 jam setiap harinya. Tiga bulan yang isinya cuma belajar dan pendalaman materi. Tiga bulan di mana buku jadi bagian dari tubuh, sampe dibawa-bawa tidur, sampe dibawa-bawa ke kamar mandi. Tiga bulan yang harus menahan nafsu buat baca novel atau internetan (eh, enggak juga, sih). Tiga bulan yang penuh dengan rumus. Tiga bulan yang terseok-seok lantaran kocar-kacir ngejer materi. Tiga bulan makanannya kertas A4 yang isinya soal beserta pilihan jawabannya. Tiga bulan penuh tekanan dan keringat, hanya untuk sekadar mendapat pernyataan “LULUS”. Dan tiga bulan yang penuh dengan motivasi dan semangat. Semangat dari—ah, sudahlah.

There Is No Way To Run

Ning stasiun balapan.. Kuto solo sing dadi kenangan.. Kowe karo aku.... Aku tak bisa menahan senyumanku ketika suara Didi Kempot yang menyanyikan lagu Stasiun Balapan tersebut terdengar. Aku bukan penggemar campursari , satu-satunya lagu jawa yang aku tahu hanya Stasiun Balapan. Bahkan aku tak tahu Didi Kempot adalah seorang penyanyi jawa kondang sebelum aku diberitahu kalau dialah yang menyanyikan lagu Stasiun Balapan itu. Maklum saja, darah jawa tidak mengalir di darahku. Dari aku lahir sampai aku menduduki sekolah menengah atas, aku hidup di Medan. Ada yang bilang, seorang keturunan batak suka sekali merantau untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Mungkin itulah sebabnya, ayahku termotivasi untuk menyuruhku melanjutkan kuliah di luar kota, dan aku memilih kota Solo karena Solo dekat dengan Jogjakarta. Kakakku kandungku menetap dan berkeluarga di Jogjakarta.

Hilang

Terlalu berlebihan sepertinya, jika aku terus-menerus berputar dalam ingatan tentangnya. Dia bukan siapa-siapa. Dia bukan apa-apa. Dia tidak pernah melakukan hal yang seperti ‘orang yang kuanggap harga mati saat ini’ lakukan kepadaku. Dia belum menjadi orang yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Kecuali dia membuatku merasakan indahnya cinta yang tidak bertepuk sebelah tangan. Kecuali dia menjadi orang yang smsnya kutunggu setiap pagi, siang dan malam. Kecuali dia yang selalu mengingatkanku makan dan jangan minum es. Kecuali dia yang membuat aku ngerasa diperhatiin. Hanya itu. Dan semuanya bersifat sementara, 2 bulan 13 hari. Aku ngerasa berdosa kalo inget-inget tentang dia. Ada sesuatu di dalam otakku yang selalu berontak tiap aku pengen galauin atau sekedar kangen sama dia. Mungkin di saat seperti ini lah hati harus mengalah pada otak. Hati harus membiarkan otak melakukan tugasnya menghapus sakitnya hati yang kurasakan. Aku berpikir nggak seharusnya aku nangisin dia. Dia nggak nga

saya (harap) baik-baik saja

Munafik, kan, kalo aku ngomong, “aku baik-baik aja.” ? Ya mungkin aku nggak bakal bilang aku munafik kalo setiap bangun pagi aku nggak nangis karena inget kata-katamu, “aku sayang kamu. Mau nggak jadi pacarku?” atau “kamu jangan pernah pergi dariku, yah.” Atau yang paling kampret, “kita udahan aja, ya. Kamu harus kuat. Kamu boleh kok benci sama aku, biar kamu bisa lupa sama aku..” Tapi ternyata, setiap pagi aku ngeliat kaca, di sana ada cewek yang mata dan hidungnya merah dengan bekas air mata di pipinya. Aku nggak bakal jadi orang yang munafik, kalo aja aku ngerespon temenku pas dia lagi ngomong samaku, bukan malah diem dan melamun dengan perasaan dan pikiran kosong. Tapi ternyata, aku selalu diomelin temenku gara-gara aku diminta pendapat sama temenku dan aku cuma bisa bilang, “emang tadi kamu ngomong apa?” -_- Sebenernya, kata-kata “aku baik-baik aja,” yang meluncur dari mulutku bukan bentuk dari perasaan yang aku rasain saat itu, melainkan itu kata-kata pengharapan. Aku be

FAIL

Hell, yeah! Aku belum sempat nulis apa-apa tentang itu orang. Aku belum sempat nulis ‘teks-panjang- romantis’ buat dia. Dan aku belum sempat jadiin dia inspirasi buat ceritaku... Tapi dia udah pergi. Tapi dia udah  jauh. Tapi dia udah nggak perduli. Menurut twitternya Psikologi Indonesia, menulis itu bisa jadi penyembuuh pas kita patah hati. Iya, aku udah banyak banget nulis tentang dia. Sayangnya, bukan menulis tentang ‘indahnya menjalani hidup berdua’ tapi, ‘nyeseknya aku tiap ingat kamu’ Yaa... apa bedanya lah, setidaknya aku produktif menulis lagi setelah beberapa bulan nganggur. Walaupun isi tulisannya enggak ngenakin, dan walaupun pas nulis aku terpaksa mengeluarkan air mata di bagian-bagian tertentu... huft  Eng... Hal yang paling aku hindari sekarang itu adalah dengerin lagu yang berpotensi buat aku kejang-kejang sampe mati, kayak lagunya Yovie n Nuno yang Sempat Memiliki . Lagunya Secondhand Serenade yang Broken , atau yang Fall For You . Lagunya Maroon 5 yang Just

move back

dalam waktu dekat bakal balik lagi kesini :") saya nggak kuat kalo harus stuck di wordpress.com ... otak saya nggak kuat saking ribetnya :|