Nikah.

Porsi ngomongin nikah di usia 21 HARUSNYA bukan jadi prioritas. Mungkin bisa dibahas sesekali, tetapi porsinya nggak lebih besar tentang obrolan tentang pencapaian dalam hidup, cita-cita, dan menikmati masa-masa fase yang dianggap sebagai 'dewasa matang'. 

Jujur. 
Obrolan tentang "Kapan nikah? Gimana calon pasangan idaman?" bukan salah satu topik yang paling kupedulikan sekarang ini. Karena, sama kayak gulungan benang yang ditarik panjang sama anak kecil, apa jadinya? RUWET. 

Salah satu alasan dulu kenapa aku milih buat berpacaran di masa kuliah adalah harapanku nantinya (artinya sekarang) aku nggak mau diribetin segala tetek bengek pertanyaan "udah punya calon pasangan hidup belum?", karena kalo misal aku pacaran dan awet, bisa dipastikan sekarang aku  bisa menjalani kehidupan usai kuliah dengan tenang dan enggak perlu menuai pertanyaan yang ternyata lebih mengerikan daripada "kapan kuliahnya kelar?" itu. 

Aku memang visioner sekali, sayangnya semua lelaki yang sudah-sudah itu nggak satu visi denganku, jadilah kutersakiti kemudian ditinggalkan... 

Masih kuliah udah mikir kayak gitu sih?
Aku kayak gitu bukan karena ngebet, tapi lebih ke karena aku tahu kalau aku masih single di usia 21 aku bakal ditanya ini-itu, persis kayak sekarang. 

Sampai akhirnya, sekarang, kuliahku kelar. Aku punya kehidupan baru dan nggak kepikiran buat menjalin hubungan apa-apa sama siapa-siapa lagi. Bahkan, ini masa jomblo terlamaku sejak aku kuliah. 

Rasanya nikah itu butuh proses yang panjang, aku nggak yakin hatiku masih kuat menghadapi yang namanya drama-drama-drama-drama dan drama dalam berhubungan. 

Bukannya aku nggak mau nikah. 

Aku juga pengen kok, kalo emang sekarang bisa, ya kenapa enggak? Kalo emang ada jodohnya dan bikin aku merasa "his my only one". Aku enggak akan keberatan buat secepatnya nikah. HEHEHEHE. 

Yang bikin aku nggak tahan sekarang ini cuman kenapa di mana-mana topik terpenting dalam suatu obrolan adalah menikah?

CUKUP SUDAH CUKUP~ KULELAH~

Di kantor, mungkin karena ada beberapa pengantin baru dan usia yang menurutku cukup untuk menikah, jadinya obrolan tentang nikah pasti ada. Okelah maklum.

Di grup chat dengan teman-teman semasa SMA, sesekali juga membahas dan mengirimkan tentang postingan pernikahan, taaruf, seminar pernikahan dini dan blablabla, yang tidak pernah betah kubaca sampai habis. 

Di keluarga, aku nggak hanya ditanya, tapi aku dikenalkan dengan sini-situ. Nggak masalah, tapi jangan paksa aku. Aku terbuka kok sama siapa aja. Aku nggak keberatan untuk kenal sama orang baru, but take it easy. Kalem. Santai. Slow. Woles. Hei, aku baru 21. Belum punya calon nggak buruk-buruk amat dan nggak bakal bikin aku jadi perawan tua, kaaan?

Sama kayak yang ditulis Ajahn Braham, "semuanya menjadi sulit kalau kamu memikirkannya." 

Iya, dalam konteks ini nikah jadi hal yang sulit kalau diobrolin, ditanyain terus menerus, dipikirin sampe botak. Rasanya semakin dipikir, semakin banyak dipertanyakan, akan menjadi semakin berat dan semakin bikin merasa "kalau nggak sekarang, kamu bakal single selamanya."

Kesimpulannya dari postingan ini adalah aku masih berusia 21 tahun. Belum tua-tua banget, bahkan kalau ngeliat langsung pasti pada mengira kalau aku masih 17 tahun. Tapi percayalah, aku udah cocok kok jadi istri. :) 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

SAYA DEAL DONE!

[CERPEN] Bagimu, Kita Hanyalah Dua Orang Asing

Sifat Penting yang Harus Dimiliki Pekerja: Gelas Kosong & Baby Eyes