Posts

Showing posts from April, 2016

Bukannya Menyayangi Artinya Menerima Segala Kekurangan?

Image
cerita sebelumnya... Ingat cerita sebelumnya, tentang Jack yang baru mau bicara padaku setelah satu bulan? Jack baru mau bicara padaku tepat setelah dua hari aku putus dengan Panji.  Hubunganku dengan Panji hanya bertahan satu bulan empat belas hari. Padahal aku belum mengenal Panji lebih jauh. Aku belum sempat bermalam mingguan dengannya. Aku belum sempat memberikannya semangat ketika ia bertanding basket.  Tetapi aku sudah terlanjur menyayanginya. Aku memang mudah sekali menyayangi seseorang, karena itu, walau umur berpacaran kami masih hijau, ketika aku dan Panji putus rasanya tetap saja menyakitkan.  Panji suka melakukan hal-hal yang selalu berhasil membuatku tekejut dan malu. Ia tidak ragu-ragu menunjukkan perasaannya padaku. Harusnya aku bahagia karena ada seorang pemuda yang berani menunjukkan rasa sayangnya padaku, tetapi yang kurasakan hanyalah malu tiap ia melakukan itu.  Contohnya seperti ini.

Cinta Pertama(nya)

cerita sebelumnya... Bel tanda usai sekolah sudah berbunyi. Refleks, aku menutup buku apa saja yang terbuka di meja dan memasukkannya ke dalam tas. Bel memang seperti sihir, apalagi bel tanda pelajaran usai. Aku masih menata buku-buku, sampai Jani menyentuh lenganku, memberi isyarat untuk menghentikan aktivitasku dan melihat ke arah papan tulis. Aku melihat ke arah papan tulis, seseorang sedang berdiri di sana, siap untuk meminta perhatian dari anak sekelas. “Teman-teman jangan pulang dulu, ya! Ada yang mau aku omongin.”  Suasana kelas yang tadinya ramai, pelan-pelan menjadi tenang. Kemudian, orang yang berdiri di depan kelas tadi berjalan ke belakang kelas, dan menghampiriku.  “Temenin aku ke depan, yuk?”   Aku kaget—tentu saja. “Buat apa?” Jantungku mulai berdetak tak keruan. 

Perpisahan Termanis

Image
cerita sebelumnya... Libur kenaikan kelas, aku dihantui oleh telepon dan sms iseng yang kerap kali menganggu. Awalnya nomor iseng ini hanya mengsmsku sehari sekali, menjadi dua kali sehari, lalu tiga kali sehari. Hai, leh ‘nal? Semua pesan bunyinya sama dan tak pernah kutanggapi. Mungkin kesal, nomor iseng ini mulai ekstrim, ia meneleponku, namun ketika aku angkat dia langsung mematikan sambungan telepon. Orang ini pun meneleponku tak kenal waktu, pernah ia menelepon ketika tengah malam.  Akhirnya aku mengganti nomor handphone. Dan sejak itu nomor iseng yang sering mengganggu tak pernah lagi menghubungi sampai aku masuk sekolah. Suatu malam, tiba-tiba nomor iseng itu menelepon. Walau tidak kusimpan, tetapi aku masih sedikit hapal dengan nomornya. “Halo.”  “Halo, ini Lia?” kali ini si penelepon tidak menutup sambungan.

Siapa Menyakiti Siapa?

Image
cerita sebelumnya... Siswa-siwi asrama tingkat dua merupakan anak-anak paling netral di sekolahku. Kami masih terikat peraturan asrama, yang terkadang kami langgar dan siasati agar terbebas dari hukuman. Peraturan senior tidak lagi berpusat pada kami. Meski kami masih harus berhati-hati dengan mereka. Tetapi kami telah terbiasa. Senioritas bukanlah menjadi masalah besar untuk kami, murid-murid tingkat dua.  Di sekolah ini, aku tak pernah mengenal anak laki-laki mana pun selain teman seangkatanku—tambahan untuk Kak Arif dan “kakakku” tentu saja. Suatu hari, aku menemukan secarik kertas di halaman terdepan buku catatan.  Nanti sore. Lapangan basket. -Kenny

Kakak-Adik Zone

Image
FUFUFUFUFU~

Apa Dia Sakit Hati?

Image
"Bacanya pake cermin."

Witing Tresna Jalaran Saka Kulina

Image
agak nggak rela sih masang foto ini. secara tokoh yang aku ceritain di sini nggak ada mirip-miripnya sama Shinichi-_-