Sifat Penting yang Harus Dimiliki Pekerja: Gelas Kosong & Baby Eyes
Tahu nggak, seberapa penting karakter dalam sebuah organisasi?
Lebih spesifik lagi, tepatnya seberapa penting karakter dalam kehidupanmu?
Lebih spesifik lagi, tepatnya seberapa penting karakter dalam kehidupanmu?
Aku akan mengatakan... penting. Sangat penting.
Setuju?
Setuju?
Dari banyaknya sifat baik yang kamu tahu, kamu miliki dan kamu jaga agar menjadi sebuah sifat yang menempel pada dirimu, ada dua sifat yang sangat diperlukan, terutama dalam lingkungan profesional seperti lingkungan kerja atau organisasi.
Kamu mungkin punya segudang ilmu, memiliki banyak pengalaman, atau kamu bahkan bisa dikatakan master of something. Sampai kamu punya keyakinan sendiri akan satu hal. Itu bagus, bagus banget. Artinya kamu seorang yang kompeten dan berdedikasi, tapi saat kamu menjadi seorang pendengar jadilah sebuah gelas yang kosong.
Hilangkan pengalaman, buang ilmu yang dimiliki, abaikan dulu referensi yang kamu punya. Jadilah haus. Air diibaratkan sebuah informasi atau pengetahuan, sedangkan gelas diibaratkan dengan pikiran. Ketika pikiranmu akan diisi dengan sesuatu kamu harus mengosongkan gelasmu dulu, kalau enggak, ya air /pengetahuan barunya nggak bisa masuk, otakmu jadi bebal dan kamu jadi orang yang susah dibilangin. Padahal keyakinanmu belum tentu bener, lhooo...
Yang kedua: Baby Eyes. Ibaratkan kamu itu seorang bayi yang melihat apapun untuk pertama kalinya. Biasanya, jika seorang bayi ditunjukan pada suatu hal, matanya bakal berbinar-binar, seolah berkata, "ini bakal menjadi sesuatu yang menyenangkan..." Karena seorang bayi nggak punya pengalaman tentang sesuatu, semua yang dilihatnya adalah hal baru.
Dulu, kamu nggak pernah tahu kalau ternyata memanjat pohon itu bisa jatuh kalau bukan karena kata-kata orang tuamu, "Jangan manjat pohon, nanti jatuh!" Yang kamu tahu, memanjat pohon itu bakal menyenangkan.
Kamu ogah mengemukakan pendapat sama atasan karena pendapatmu pernah ditolak, dan sejak itu nggak mau berpendapat lagi.
Kamu enggan buat ketemu klien yang rewel, karena dulu kamu direvisi habis-habisan.
Kamu nggak mau dikasih target yang lebih besar karena kamu punya pengalaman target yang kecil tidak tercapai.
Semua itu bikin kamu nggak berkembang. Ketakutan tentang hal-hal yang belum terjadi karena pengalaman yang kamu punya bikin kamu nggak maju. Jadi, menjadi baby eyes itu penting. Biar kamu terus merasa antusias, agar kamu tetap semangat mengerjakan satu hal meski itu pernah gagal.
Dua karakter ini sebenarnya sama, sama-sama tidak mempunyai tedensi untuk menerka-nerka kejadian berikutnya. Sama-sama sifat penting yang harus kamu miliki. Di karakter pertama, kamu lebih ditekankan untuk jadilah orang yang nggak sok tahu. Tahu dan terlihat tidak tahu jauh lebih baik daripada terilihat tahu, padahal tidak tahu.
Kalau di karakter yang kedua, aku lebih menekankan pada rasa antusiasme terhadap sesuatu. Kalau ada yang bilang pengalaman adalah guru terbaik, dalam hal ini justru aku akan mengatakan bahwa pengalaman buruk dapat menghalangi kamu bertindak. Bikin ruang gerak jadi terbatas, kamu nggak bisa mengeksplor lebih jauh karena takut mengulang pengalaman buruk itu lagi. Padahal kan belum tentu, bisa saja kali ini kamu berhasil.
Dulu, kamu nggak pernah tahu kalau ternyata memanjat pohon itu bisa jatuh kalau bukan karena kata-kata orang tuamu, "Jangan manjat pohon, nanti jatuh!" Yang kamu tahu, memanjat pohon itu bakal menyenangkan.
Kamu ogah mengemukakan pendapat sama atasan karena pendapatmu pernah ditolak, dan sejak itu nggak mau berpendapat lagi.
Kamu enggan buat ketemu klien yang rewel, karena dulu kamu direvisi habis-habisan.
Kamu nggak mau dikasih target yang lebih besar karena kamu punya pengalaman target yang kecil tidak tercapai.
Semua itu bikin kamu nggak berkembang. Ketakutan tentang hal-hal yang belum terjadi karena pengalaman yang kamu punya bikin kamu nggak maju. Jadi, menjadi baby eyes itu penting. Biar kamu terus merasa antusias, agar kamu tetap semangat mengerjakan satu hal meski itu pernah gagal.
Dua karakter ini sebenarnya sama, sama-sama tidak mempunyai tedensi untuk menerka-nerka kejadian berikutnya. Sama-sama sifat penting yang harus kamu miliki. Di karakter pertama, kamu lebih ditekankan untuk jadilah orang yang nggak sok tahu. Tahu dan terlihat tidak tahu jauh lebih baik daripada terilihat tahu, padahal tidak tahu.
Kalau di karakter yang kedua, aku lebih menekankan pada rasa antusiasme terhadap sesuatu. Kalau ada yang bilang pengalaman adalah guru terbaik, dalam hal ini justru aku akan mengatakan bahwa pengalaman buruk dapat menghalangi kamu bertindak. Bikin ruang gerak jadi terbatas, kamu nggak bisa mengeksplor lebih jauh karena takut mengulang pengalaman buruk itu lagi. Padahal kan belum tentu, bisa saja kali ini kamu berhasil.
Comments
Post a Comment