sebuah curhat.

Aku kenal dengan banyak pria. Sedari kecil, kusadari aku emang suka sekali mendapat perhatian makhluk yang kelaminnya berlawanan denganku itu. Entah kenapa. Entah berasal dari mana. 

Dulu waktu usiaku 5 tahun ada 2 orang teman Ayah yang menginap di rumah. Yang satu perawakannya besar, berkumis dan ramah. Selayaknya orang-orang yang bertemu dengan anak kecil berusia 5 tahun, beliau mengajakku berbincang. Dulu itu aku menyenangkan dan termasuk anak yang bijak alias banyak bicara, karena aku juga suka diajak ngobrol. Teman ayah satunya lebih muda dari yang perawakannya besar itu, badannya juga lebih kurus namun berisi. Ideal. Sayangnya, Oom satu ini enggak tertarik untuk mengajakku berbincang. Dia enggak ngobrol sama sekali denganku. 

“Apa aku kurang menarik? Gimana caranya biar dia bisa menganggap aku ada, ya?” Bayangkan. Anak usia 5 tahun bisa berpikiran kayak begitu. Enggak persis begitu, tapi aku ingat banget. Aku pengen bikin beliau itu memperhatikan aku.

Gila nggak? Masih kecil sudah jadi penggoda. Dasar-__-

Dan yah, aku berhasil. 
Waktu itu aku main loncat-loncatan dan sengaja jatuh. Pas jatuh jelas aku nangis, dan si oom tadi itu langsung menggendong dan menghiburku.

Itu momen caper alias cari perhatian pertama yang kuingat dan berlanjut sampai sekarang. 

Sampai dewasa, aku suka tertantang sama orang yang ‘kelihatannya’ susah didapetin, terus entah gimana kami bisa deket, lalu berhasil bikin dia baper. Track record-ku termasuk bagus kalau urusan mendapatkan pasangan.

Soal mempertahankan? NOL BESAR. 
Setelah aku berhasil bikin orang tertarik sama aku, yang terjadi kemudian lama kelamaan aku jadi ikutan baper juga, jadi ikutan sayang dan ketika aku udah sayang-sayangnya, biasanya aku ditinggal pergi gitu aja. 

Sakit? Udah biasa aja. 
Sama kayak lagunya Sam Smith: Too Good at Goodbyes

Salahnya apa? Nggak tahu juga. 
Dulunya aku berpikir, emang lelakinya aja yang berengsek. 
Tapi setelah hidup menjomblo lebih dari 2 tahun ini, aku sadar kalo semua yang terjadi, apa yang kurasakan sebenernya itu asalnya dariku. Buktinya kebanyakan dari mantan-mantanku itu hubungannya langgeng sama pasangannya setelah aku.

Dan aku belum tahu apa yang harus berubah dari diriku, karena itu juga aku nggak berani naksir sama siapa-siapa dulu. Ada satu, yang sebenernya sekarang sedang ingin kulenyapkan saja. Rasanya ingin jauh-jauh saja darinya, karena tiap dekat dengannya, energi positifku seperti tersedot. Perasaanku yang awalnya baik-baik aja, jadi memburuk seketika. Gimana pun aku berusaha mengendalikan diri, perasaan positifku mendadak hilang di hadapannya. 

Tapi aku nggak bisa jauh-jauh darinya. Suatu hal yang membuat aku harus bertemu dan harus menekan perasaanku dalam-dalam. Selain orang ini, aku belum membuka hati lagi buat siapa-siapa.

Kalo aku bilang, aku paling jago untuk urusan ngebikin orang tertarik dan bikin dia akhirnya mengutarakan perasaannya sama aku. Untuk kali ini enggak. 

Yah, kami sempat sedekat itu. 
Sempat saling sama-sama tahu perasaan masing-masing. 
Sempat saling memberi dan mengapresiasi
Sempat jalan berdua. 
Sempat merasa tidak pernah kehabisan bahan obrolan. 
Sempat merasa waktu terasa berlalu lebih cepat kalau lagi bersama.
Aku sempat merasa tenang dengan adanya dia. . 
Sempat ngerasa bahagia tiap ngeliat dia ketawa. 
Sempat (mungkin) jadi gadis prioritasnya. 
Sempat melakukan hal-hal yang pasangan lain lakukan. 
Lalu, tiba-tiba kebiasaan itu nggak ada. Mendadak perasaan itu hilang.

Mungkin dia nggak sadar, tapi aku sadar. 

Dan lagi-lagi, aku nggak tahu di mana letak salahnya. Aku nggak tahu apa yang harus kuperbaiki. Karena aku tahu, yang udah terjadi memang asalnya dari aku, tapi apa, ya? 

Comments

  1. Mungkinnn.. Bisa jadii..
    Bisa engak...

    Kamu perlu minimal.. Maksimal
    Minimal gtu..
    Maksimal gini..
    😁😁😁

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

SAYA DEAL DONE!

[CERPEN] Bagimu, Kita Hanyalah Dua Orang Asing

Sifat Penting yang Harus Dimiliki Pekerja: Gelas Kosong & Baby Eyes