[CERPEN] Satu-satunya Yang Percaya
Aku melihat ke arahnya yang masih sibuk memainkan Clash of Clans —ah, permainan itu, rasanya ingin kulenyapkan dari muka bumi. Aku yakin bukan aku saja yang ingin melakukan hal yang sama kepada permainan yang membuat semua wanita kehilangan perhatian dari pasangannya itu, eh tapi tunggu, dia, kan bukan pasanganku—bukan lagi, lalu mengapa aku harus mengeluh? Aku mendengus, bukan karena ia masih serius dengan permainannya itu—padahal sudah sekitar sepuluh menit aku memandanginya berharap ia sadar bahwa ada gadis manis yang sedang memperhatikannya. Bukan. Bukan itu yang membuatku mengeluh. Tetapi ingatan bahwa aku bukan lagi orang yang berhak kesal dengan kehilangan perhatian pasangannya karena kenyatannya, AKU BUKAN KEKASIHNYA LAGI . Itu yang membuatku kadang-kadang depresi.