Aku benci menulis. Karena hanya ketika sedang menulis aku menjadi selemah-lemahnya manusia. Karena hanya ketika sedang menulis aku bagaikan manusia kecil, bersimpuh, menundukan kepala dan membiarkan air mata membasahi lantai. Semula sebulir, dua bulir sampai tak bisa lagi terhitung. 

Aku benci menulis. Karena hanya ketika sedang menulis aku bukanlah gadis yang dikenal oleh banyak orang. Aku bagaikan manusia bermuka dua. Tertawa lebar sepanjang hari, namun  merasakan sayatan yang begitu terasa dalam dada. 

Aku benci menulis. Karena hanya ketika sedang menulis aku meruntuhkan beton batin yang terpaksa kubangun ulang usai menulis. Aku bagaikan bangunan kokoh, dan lenyap menjadi abu hanya dengan tiupan. 

Aku benci menulis. Karena ketika menulis aku bisa menciptakan akhir bahagia untuk seseorang, tetapi aku tidak mampu membuat akhir bahagia dalam ceritaku. Aku benci menulis. Karena ketika aku menulis aku menguak memori yang selalu kucoba lupakan. 

Aku benci menulis, tapi tetap kulakukan. 
Karena hanya dengan menulis satu-satunya cara aku mengerti: seberapa jauh aku telah melangkah. Seberapa parah sakit hati yang pernah kualami. Makna apa yang kudapat dalam setiap peristiwa. Aku belajar, aku mengerti. 

Aku benci menulis, tapi aku butuh.
Karena lewat tulisan aku meminta, menghaturkan doa dalam tulisaan, meminta  pada-Nya agar aku terus menjadi gadis kuat. 

Karena selain ucapan, hanya dengan menulis aku bisa menyampaikan perasaan yang tak sampai dan tak pernah selesai. 

Comments

Popular posts from this blog

SAYA DEAL DONE!

[CERPEN] Bagimu, Kita Hanyalah Dua Orang Asing

Sifat Penting yang Harus Dimiliki Pekerja: Gelas Kosong & Baby Eyes