Mencari Sisi Mistik Lawang Sewu



Sebelum memulai menulis dan membaca, ada baiknya kita mengucap basmallah terlebih dahulu, sebagai tanda syukur kepada Allah SWT ta’ala yang JAGO banget bikin terharu karena hal-hal kecil yang bisa bikin bahagia. 

Bismillahhirrohmanirrohim…

Hari ini (tanggal 09 Maret 2016), adalah tanggal merah. Artinya hari ini aku nggak perlu ke kantor dan nggak perlu merasa bego karena ilmu yang kupunya ternyata kurang banget untuk diterapkan di kantor. Oh ya, hari ini juga lagi rame-ramenya Gerhana. Entah Gerhana Bulan entah Gerhana Matahari, tapi yang katanya hanya terjadi setiap 300 tahun sekali dan hanya dilewati Indonesia. Jadilah Indonesia demam gerhana. Ada yang rame-rame melihat gerhana. Ada yang sholat gerhana juga. 

Dan aku termasuk orang yang bangun kesiangan, jadi nggak dapet keduanya.


Aku nggak paham kenapa aku nggak begitu tertarik sama peristiwa langka itu.  Tetapi setiap ada yang ngomong tentang gerhana, yang dipikiranku Cuma satu. “Besok itu gerhana bulan apa gerhana matahari, sih?” Iya. Aku bego. Banget. Dan terlalu malu untuk tanya hal cemen macam itu. 

Banyak meme yang bertebaran di path dan social media lain tentang pertemuan Bulan dan Matahari ini. Ada yang gojek biasa-biasa aja kayak, “Akhirnya setelah berapa ratus tahun Matahari dan Bulan bisa bertemu.” Sampe meme dari kuyakin yang bikin lagi baper berat. “Bulan sama Matahari aja ketemuan, kita kapan?” Aku jadi mikir, kalo 300 tahun mereka baru ketemu, mungkin cara ketemuannya adalah mereka bangikt dari kubur dalam keadaan tulang-belulang yang tangan atau kaki atau organ lain udah nggak ada karena habis dimakan rayap.

Hiiih. 

Okey, cukup ngomongin tentang gerhana-nya. 

Karena hari ini libur dan nggak ke kantor, aku baru benar-benar bangun jam 9 pagi. Dan ini pertama kalinya aku libur di Semarang, dan aku nggak punya rencana mau ke mana. Ya paling aku cuma di kos, gulung-gulung, nonton film, tidur, nulis, dan berakhirlah hari libur. 

Sampai chat Line dari Sulis datang. Sulis adalah karyawan kantor yang kerjanya sebagai admin. Dia mengajakku ke Citraland, mall yang berdekatan dengan Simpang Lima. Katanya dia ingin mengurus simcard-nya yang hilang. Sekaligus mengajakku jalan-jalan.

Sekitar pukul dua siang, kami pun berangkat menuju Citraland. Semarang panas itu bukan mitos. Padahal minggu pertama kemarin, hawa Semarang adem-ayem, hujan bahkan. Terus minggu kedua di sini, Semarang menunjukkan watak aslinya. Hah. Semarang sama cowok ternyata nggak beda jauh, baik-baik di awal doang!

Sampai Citraland, Sulis langsung nyari es krim. Sedangkan aku lihat-lihat sekeliling takjub sama keramaian mall yang ramenya ngalah-ngalahin pasar. Aku tahu sih, gosip kalo libur itu pasti mall rame. Makannya aku jarang banget ke mall pas libur atau weekend. Gosip itu bener, dan aku tahu kenapa orang-orang milih ke mall daripada tempat lain, karena mall itu adem. 

Habis es krim, aku makan. Makan di food court Citraland yang ada di lantai teratas. Ada yang menarik yang belum aku temui di food court Jogja atau Solo. Food court di sini seragam dan terkesan sederhana—kecuali harganya, jadi ngeliatnya lebih enak aja. Nggak penting juga ya. He he he.

Habis makan, kami mengurus simcard. Setelah itu kamu cus menuju Lawang Sewu. Sebelumnya Sulis nawarin sih, mau ke Simpang Lima itu nggak? Tapi karena nggak tahan sama panasnya, aku menolak. Dan keputusan itu kusesali sampai sekarang. Huft. 

Belum terhitung parkir, masuk Lawang Sewu harus mengeluarkan uang sebesar Rp10.000,00 untuk dewasa, dan Rp5.000,00 untuk anak-anak dan pelajar. Begitu lewat pemeriksaan karcis, kami langsung disuguhkan dengan halaman belakang gedung yang luas dan banyak yang foto-foto di sana. Kami masuk ke gedung, dan ternyata isi gedung hanya ruangan-ruangan kosong yang tiap sekatnya terdapat pintu. Iyalah dikasih nama “Lawang Sewu” yang artinya “Seribu Pintu”, meski aku yakin jumlahnya nggak bener-bener seribu, tapi emang pintu di sini banyak banget. 

Buat buka pintu sebanyak ini, satu jam nggak ke mana, deh. Kasian yang tukang buka-tutup pintu. 

Hello, it's me!
Welcome to Lawang Sewu!


Ada yang pengin aku tanyakan selama di sana. Lawang Sewu selama ini terkenal angker dan mistis. Ekspektasiku sebelumnya, karena gedung ini terkenal angker dan mistis jadi pas masa Belanda pastilah sejarahnya tidak jauh-jauh hal berbau mistis macam itu juga. Memang sih, ini gedung antik dan klasik banget. Tapi aku nggak nemu tuh, sisi horor dari gedung ini. Bahkan hasil curi dengar dari pemandu gedung ini dulunya adalah pusat administrasi PT. Kereta Api Indonesia. Terus di mana horornya? Bekali-kali aku tanya ke Sulis, tapi Sulis juga nggak ngerti dan menyarankan mending aku tanya sama Google. Tapi sinyal kos emang soak, nggak bisa browsing, mungkin besok pas di kantor aku searchingnya. Hohohoho. 

Puas muter-muter. Lengkap dengan foto-foto sampe kehabisan gaya. Aku sama Sulis pun pulang. Awalnya ia menawarkan aku untuk ke Tugu Muda. Tapi aku menolak, alasannya kapan-kapan aja, kan aku masih 3 bulan juga. 

Jadi, jalan-jalan di Semarang-ku berawal dari Lawang Sewu. Besok-besok ke mana lagi, yaa? 

Klasik. Antik. 

salah satu sisi dari gedung. dipikir-pikir, kalo malem
serem juga ya ke sini-_-v

Yuhuuuu.... ini Sulis, dia bakal jadi partner jalan-jalan
Semarang nih kayaknya =))

Comments

Popular posts from this blog

SAYA DEAL DONE!

[CERPEN] Bagimu, Kita Hanyalah Dua Orang Asing

Sifat Penting yang Harus Dimiliki Pekerja: Gelas Kosong & Baby Eyes